Senin, 13 April 2009

ANTARA BLOK S DAN BLOK M

Kemenangan SBY sudah diambang pintu, meski harus tidak boleh takabur atau lengah. Dari hasil Pemilu 2009 sesuai dengan hasil Qiuck Count, semakin menunjukkan adanya dua kubu di dua tempat yang berseberangan. Kubu Susilo Bambang Yudhoyono (Blok S) dan kubu Megawati Soekarnoputri (Blok M)

Meeskipun belum diproklamirkan, Partai Demokrat telah menjalin komunikasi dengan Golkar dan PKB. Untuk memulai melangkah ke arah koalisi. Sedangkan kubu Megawati, mulai menggandeng Gerindra dan Hanura.

Koalisi kali ini harus permanen, karena secara saklek, KPU telah mengharuskan tanggal 10 Mei 2009 sebagai batas akhir pengajuan Capres dan Cawapres. Berarti jika nanti ada putaran kedua dalam pemilu Capres, maka komposisi pasangan Capres dan Cawapres tidak boleh berubah.

Bukan hanya itu, SBY yang kali ini akan memasuki masa pemerintahan kedua, tentu saja belajar dari pengalaman masa lalu. Dengan perolehan 7 persen bagi SBY, agak kewalahan menghadapi ulah para poltikus. Meskipun ada parpol yang telah mendapatkan jatah menteri di kabinet Pelangi , tetap saja menghajar pemerintah melalui wakilnya di DPR. Tetapi kini ketika posisi SBY amat kuat kali ini, dengan perolehan PD yang 20 persen lebih, tentu ingin memerintah dengan lebih firm.. Tak heran kali ini SBY lebih berhati-hati dalam menjalin koalisi.


INILAH BLOK S

Partai Demokrat yang nasionalis, sebenarnya merasa nyaman dengan Golkar, yang memiliki platform sama. Selain itu, untuk memperkaya dukungan kalangan Islam harus juga dirangkul. Ada Partai Keadilian Sejahtera (PKS), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PAN (Partai Amanat Nasional) dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), mana yang akan dirangkul, mari kita analisis satu persatu:

PKS sejak kampanye sudah mendeklarasikan SBY sebagai partner koalisinya. Malah dalam kampanyenya PKS secara akal-akalan bahkan mengusung SBY sebagai Capres, dengan slogan “PKS partainya, SBY Capresnya”. Meskipun terkesan pro SBY, sebenarnya ini karena PKS menyedarai untuk saat ini hanya SBY yang memiliki elektabilitas yang sangat tinggi dibanding kader-kader PKS. Hidayat Nurwahid atau Tifatul Sembiring, bahkan tak ada apa-apanya dibanding SBY. Tetapi langkah PKS mengusung SBY menjadi Capres, juga membuat PD merasa tidak nyaman.

Hal lain yang membuat PD tidak nyaman adalah platform PKS yang terlalu kanan. PKS yang sejak dahulu kental dengan nuansa Islam sebagai partai dakwah, bahkan terasa hendak mengarahkan konten-konten syariah Islam dalam kehidupan bernegara secara lebih kental, makin membuat kubu SBY juga tidak nyaman, karena takut ditinggalkan konstituenya yang kebanyakan nasionalis dan pluralis. Ketika belakangan tiba-tiba PKS mengubah gaya kampanyenya menjadi sangat nasionalis, bahkan ke budaya ngepop, tetap saja tidak mampu mengubah imagenya, malah terkesan hanya sekadar ‘kamuflase’.

SBY membutuhkan komuntias Islam itu pasti. Dan dalam perjalanan sejarah, peta politik sejak Pemilu 1955 hingga kini, tidak banyak mengalami perubahan, termasuk juga pola politik aliran masih tetap eksis hingga kini. Kekuatan islam yang secara riil ada dalam masyarakat kita yang dominan antara lain Nahdlatul Ulama (NU) yang diwadahi oleh PPP dan PKB yang kemudian muncul lagi PKNU, serta Muhammaduyah yang diwadahi oleh PAN, yang kemudian muncul Partai Matahari Bangsa (PMB). NU dan Muhammadiyah, dalam kultur dan konsep kenegaraannya masih dianggap lebih pluralis dibandingkan PKS.

Dari perolehan suara yang masih signifikan adalah PPP, PKB (untuk NU) dan Pan (untuk Muhammadiyah). Maka dengan demikian PPP, PKB, PAN memenuhi persyaratan dan perlu diajak berkoalisi untuk memperkuat basis pengusaan massa di akar rumput.

Hanya saja melihat karakter SBY yang agak-agak melow, pasti agak sedikit sensitif melihat 'kegenitan' Surya Dhama Ali (SDA) , Ketua Umum PPP yang mendua, karena juga menjalin hubungan Golden Triangle dengan Megawati yang tak lain seteru utama SBY. Inilah lantas menempatkan PKB jadi faktor prioritas utama merangkul warga nahdliyin, dibanding PPP. Apalagi Gus Dur, sudah tidak lagi berada di PKB, karena tidak akan lagi merepotkan SBY.

PAN agak beda dengan PPP, meskipun Sutrisno Bachir juga tidak kalah genit dari SDA, posisinya masih dibutuhkan oleh SBY untuk menjaga keseimbangan. Dengan demikian, yang agak pasti akan terjadi koalisi antara : Partai Demokrat, Golkar, PKB dan PAN yang akan mengusung SBY-JK sebagai pasangan Capres dan Cawapres


BLOK M

Megawati hingga kini masih meradang dengan kakalahannya di pemilu 2004. Maka kali ini dengan perolehan suara yang hanya 15 persen, akan bertekad memimpin koalisi dengan Prabowo (Gerindra) yang mengantongi suara 5 persen dan Wiranto (Hanura) yang meraih 3 persen suara. Jika didukung dengan PPP ( 6 persen). Akan memiliki, total suara 29 persen.

Dengan kemungkinan ini bisa saja Mega akan menempatkan Prabowo sebagai Cawapresnya. Meskipun secara matematis perolehan suaranya di bawah PPP, tetapi dari segi popularitas dan akses dana, bisa saja PPP mengalah. Wiranto, akan mengalah karena perolehan suara Hanura berada di bawah Gerindra.

Maka dari kubu Blok M akan muncul capres Megawati- Prabowo yang didukung oleh koalisi PDIP, Gerindra, PPP dan Hanura.

Ada skenario agak nekat, yang mengajukan capres-cawapres Prabowo- Puan Maharani. Ide ini diajukan jika Megawati tak lagi berniat maju menjadi Capres. Memang, sudah menjadi rahasia umum jika PDIP adalah partai yang hanya mengandalkan trah Soekarno.. Walau ide ini terlalu absurd, mengingat POuan masih terlalu hijau dibanding dengan para kader lain di PDIP, sebut saja Pramono Anung, atau Tjahyo Kumolo. Tapi ya itulah, partai ini masih mengandalkan keluarg dan Mega pasti tidak rela tiket PDIP diserahkan orang lain selain keturunan genetiknya sendiri. Tapi seharusnya para tokoh PDIP tidak hanya AIS (Asal Ibu Senang), karena menjual Prabowo-Puan......nampaknya jauh dari laku....(Siane Indriani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar